Antara Jurnalis Warga dan Jurnalis Profesional

ilustrasi
Saat ini begitu banyak bermunculan jurnalis-jurnalis warga, menjamurnya jurnalis warga disebabkan adanya beberapa media yang memang secara sengaja menyediakan kolom buat mereka baik itu media online, cetak atau pun elektronik.

bahkan ada beberapa warga sengaja membuat blog-blog demi kepentingan menyalurkan bakat jurnalis yang terpendam dimilikinya itu. Namun yang jadi pertanyaan apa boleh bloger menjadi jurnalis warga untuk berbagi informasi pada kalayak bayak? pertanyaan ini sangat sering saya dapatkan dari teman-teman.

Menurut pandangan saya tentu semuanya bisa, tapi kalau mau yang lebih serius lebih baik belajar pada ahlinya seperti apa yang pernah saya lakukan, sebelumnya saya belajar pada beberapa teman apa-apa sih aturan agar bisa menulis layaknya seorang jurnalis profesional.

Dengan belajar pada jurnalis profesional tentunya sangat banyak yang bisa kita dapatkan seperti, bekerja atau menulis sesuai standar, undang-undang, prinsip, dan yang paling utama kode etik jurnalistik.Seorang jurnalis profesional dalam bekerja pegangan itu sebagai acuan untuk mendapatkan kredibilitas dan kepercayaan pembaca, nah tentunya kita tidak mau tidak medapatkan kepercayaan daripemaca kan? makanya jangan asal nulis aja jangan sampai yang ditulis malah menyesatkan pembaca atau berbau 'SARA' jika pemaca uda tidak percaya lagi wah bisa-bisa seumur hidup tak ada lagi yang percaya bukan cuma pada tulisan kita tapi juga semua tindakan-tindakan yang dilakukan walaupun tujuan kita baik.


Menyampaikan kabar bohong, menyesatkan, manipulatif, dan melanggar etika mungkin akan membuat kita cepat populer. Tapi yakin kelak kita akan menuai hasilnya, seperti yang saya tulis diatas yaitu, kehilangan kepercayaan dan kredibilitas. Berita-berita panas yang ditayangkan seorang jurnalis profesional pun baru ditayangkan setelah seorang jurnalis menghabiskan berbulan-bulan atau bertahun-tahun melakukan verifikasi, check and recheck, serta menguji ulang sumber-sumbernya.

Akurasi. Hasil survei Pew Centre terhadap para blogger menunjukkan 34 persen responden merasa karya mereka merupakan hasil kerja jurnalistik. Tapi hanya 56 persen di antaranya yang telah menyediakan waktu tambahan untuk memverifikasi fakta. Padahal akurasi adalah mahkota sebuah laporan. kamu harus yakin bahwa semua bahan yang ditulis itu akurat. Tak boleh salah menyebut nama dan umur sumber, tanggal, lokasi kejadian, dan sebagainya.

Presisi. Ketepatan penulisan adalah kunci, baik dalam menuliskan kata maupun kalimat. Ia membantu kita memperoleh respek dan legitimasi. Gunakan, misalnya, KBBI atau kamus Thesaurus sebagai pembantu mendapatkan ketepatan penulisan. Kesalahan ketik atau ejaan akan membuat pembaca ragu akan kebenaran seluruh tulisan.

Konsistensi. Agar jurnalis menulis secara konsisten, biasanya kantor mereka menyediakan style book. Buku panduan ini berguna agar jurnalis selalu menulis berita secara konsisten, misalnya “Ramadhan” atau “Ramadan”, “10″ atau “sepuluh”. Ini bukan soal benar atau salah, tapi konsistensi. Sesuatu yang konsisten membuat pembaca tak bingung. Seperti apa yang dilakukan Grup Majalah Tempo, baru-baru ini baru saja bulan Ramadan berlalu. banyak teman-teman bertanya bahkan teman sekantor bertanya "kok Ramadan bukannya Ramadhan tulisannya,"  saya jawab saja ini aturan main kantor.
 
Selanjutnya, Baca ulang. Para jurnalis terbiasa membaca kembali dan menyunting ulang laporan mereka. Langkah ini ditempuh guna memastikan apakah sebuah berita telah ditulis dengan akurat, presisi, dan tak mengandung kesalahan tulis atau ejaan. Pastikan apakah kalimat mengalir lancar. Periksa juga apakah setiap fakta, misalnya nama sumber, sudah ditulis dengan benar. Lihat apakah tata bahasa dan ejaannya sesuai dengan kaidah, tak ada kesalahan ketik, dan sebagainya. Mencegah kesalahan selalu lebih baik dari mengoreksi, bukan?