Teringat beberapa waktu lalu saat lagi asik duduk ngopi disalah satu warung kopi, tidak jauh dari tempat saya duduk ada beberapa orang juga lagi asik ngobrol dengan teman-teman mereka dan seakan-akan ditempat itu yang ada hanya mereka, ini saya katakan karena mereka ributttt sekali dan cuma mereka saja yang mau didengar suaranya. Dari segi penampilan kayaknya mereka itu adalah pengusaha, dugaan yang saya miliki lebih diperkuat setelah mereka membahas harga mobil.
Tapi entah siapa yang mulai membuka perbincangan tiba-tiba ada yang menyinggung kata "Wartawan" dan akhirnya perbincangan soal mobil yang semula mereka bahas beralih topik membahas tentang liku-liku wartawan. Tentunya sebagai profesi yang selama ini saya geluti perhatianku pun beralih dan menyimak semua yang mereka bicarakan soal kewartawanan. Sebagai pendengar yang baik saya hanya diam mereka membahas begitu indahnya menjadi wartawan.
Ternyata dua dari beberapa orang ini adalah oknum wartawan, tapi entah mereka dari media mana. pada saat mereka lagi asiknya membahas dunian jurnalis. tiba-tiba salah satu dari oknum wartawan tersebut menolek kearahku lalu bertanya "Dek kerja dimana, mending gabung dengan saya jadi wartawan," saya pun hanya tersenyum kecil setelah mendapatkan tawaran yang sangat mulia itu.
Karena mendapatkan penawaran jadi wartawan dari mereka, tampa mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang mereka ajukan sendiri kepada saya. Saya langsung saja pura-pura tidak tau lalu bertanya balik "Wartan kerjanya apa," buat berita? dengan santai orang yang tadi menjawab tidak perlu buat berita cukup mengantongi saja kartu pers.
Dengan mengantongi kartu pers kata orang itu. kita serba bisa. Saya bertanya maksudnya? dia pun menjelaskan panjang lebar dengan mengantongi kartu pers jika ada operasi yang dilakukan polisi hanya mempertihatkan kartu pers maka kita akan terbebas dari tilang walaupun kondisi kendaraan yang kita gunakan tidak lengkap.
Saya pun menjawab dalam hati, enak saja. emannya Negeri ini kamu yang punya. Sebagai warga yang baik tentunya aturan-aturan yang berlaku harus diikuti, bukannya semua warga negara sama dimata hukum. bukan cuma itu kata dia jika ada urusan-urusan birokrasi akan lebih mudah dan pastinya yang memiliki kartu pers yang diutamakan.
Yang lebih terpenting lagi menurut dia. jika ada pejabat yang melakukan kesalahan atau korupsi bisa didatangi lalu diancam jika tidak mau memberi "Amplop" kasusnya akan kita muat pada media yang kita miliki. Perasaan dan muka tertarik pun saya tunjukan kepada orang itu, lalu saya bertanya bangaimana cara mendapatkan Kartu Pers itu. lagi-lagi dengan mudah dia jawab cukup stor foto dan bayar Rp 50 ribu saya maka akan diterbitkan kartu pers.
Dari pengalaman yang saya dapatkan itu muncul pertanyaan bagaimana jika semua wartawan di Negeri ini memiliki prinsip dan sipat seperti itu mau dikemanakan bangsa ini? semntara kita ketahui seorang wartawan adalah manusia-manusia yang memiliki itikat baik membantu pemerintah membangun negeri menjadi lebih baik mengungkap kecurangan-kecurang yang dilakukan pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang dapat menyensarakan negeri dan rakyatnya.
Melalui tulisan ini saya meminta kepada pembaca janganlah menjadi wartawan jika memiliki tujuan seperti orang yang tadi, berilah makanan yang halal kepada anak istri yang selalu menunggu di rumah.Hilangkan budaya dan sebutan wartawan amplop.